KANTOR BALAI TAMAN NASIONAL BALI BARAT
Jl. Raya Cekik-Gilimanuk, Jembrana, Bali 82253
SEJARAH
SEJARAH TAMAN NASIONAL BALI BARAT
Sejarah TNBB dimulai pada tahun 1911 ketika seorang peneliti biologi asal Jerman menemukan spesies burung endemik langka yaitu Jalak Bali di Desa Bubunan. Penemuan ini ditindaklanjuti dengan penelitian intensif yang dilakukan oleh Dr. Baron Viktor Von Plesen dan diketahui bahwa penyebaran burung Jalak Bali ± 320 Km2 mulai dari Desa Bubunan dekat Singaraja sampai ke Gilimanuk.
Pada tahun 1947 Dewan Raja – Raja di Bali mengeluarkan surat keputusan No. E/1/4/5/47 tanggal 13 Agustus 1947 yang menetapkan kawasan hutan Banyuwedang seluas 19.365,6 ha sebagai Taman Pelindung Alam yang berdasarkan Ordonansi Perlindungan Alam tahun 1941 statusnya sama dengan Suaka Margasatwa. Taman Lindung Alam tersebut dilakukan untuk melindungi keberadaan dua spesies langka, yaitu Jalak Bali dan Harimau Bali.
Menurut Brigade VIII Planologi Kehutanan Nusa Tenggara Singaraja, kawasan hutan Bali Barat cocok untuk pengembangan tanaman kehutanan, maka mulai tahun 1947/1948 sampai 1975/1976 di RPH Penginuman dikembangkan tanaman jati, sonokeling dan tanaman rimba campuran seluas 1.568,24 ha. Tahun 1968/1969 sampai tahun 1975/1976 dikembangkan tanaman hutan kayu putih dan sonokeling di RPH Sumberkima dan tahun 1956/1957 di RPH Sumber Klampok dikembangkan tanaman sawo kecik, cendana, bentawas, sonokeling dan talok seluas 1. 153,60 ha.
Pada tanggal 10 Maret 1978 melalui SK Menteri Pertanian no. 169/Kpts/3/1978 kawasan yang terdiri dari Suaka Margasatwa Bali Barat, Pulau Menjangan, Pulau Burung, Pulau Kalong dan Pulau Gading seluas 19.558,8 ha ditetapkan sebagai Suaka Alam. Pada tahun 1984 dengan SK Menteri Kehutanan No. 096/Kpts-II/1984, kawasan Suaka Alam Bali Barat ditetapkan sebagai Taman Nasional Bali Barat dengan luas 19.558.8 ha daratan termasuk hutan produksi terbatas (HPT) dan terbagi dalam 4 zona yaitu zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan dan zona penyangga.
Terjadi tarik menarik kewenangan dalam pengelolaan zona penyangga yaitu Hutan Produksi Terbatas (HPT) antara Kementerian Kehutanan dengan Dinas Kehutanan Provinsi Bali. Akhirnya pada tahun 1995 melalui SK Menteri Kehutanan no.493/Kpts-II/1995 ditetapkan kawasan Taman Nasional Bali Barat seluas 19.002,89 ha terdiri dari daratan seluas 15.587,89 ha dan lautan seluas 3.415 ha. Pengelolaan kawasan Hutan Produksi Terbatas seluas 3.979,91 ha kewenangannya diberikan kepada Dinas Kehutanan Provinsi Bali. Kemudian pada tahun 2014, TNBB ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: SK.2849/Menhut-VII/KUH/2014 tentang Kawasan Hutan pada Kelompok Hutan Bali Barat (RTK 19), dimana luas kawasan TNBB adalah 19.026,97 ha. TNBB dikelola dengan sistem zonasi sesuai Keputusan Dirjen KSDAE No: SK.143/IV-KK/2010 Tanggal 20 September 2010 Tentang Zonasi Taman Nasional Bali Barat. Zonasi TNBB terdirid dari Zona Inti (8.023,2 ha), Zona Rimba (6.174,7 ha), Zona Perlindungan Bahari (221,7 ha), Zona Pemanfaatan (+ 4.294,3 ha), Zona Budaya, Religi dan Sejarah (50,5 ha), Zona Khusus (3,9 ha), Zona Tradisional (310,9 ha).